Senin, 26 Desember 2011

Selaras Jiwa yang Merana


Mentari seakan larut ditelan awan hitam, terus larut hingga jatuh ke bumi menjadi hujan . Peristiwa itu menemani sejasad tubuh yang diam dan masih saja belum beranjak dari tempat duduknya. Meski hawa dingin terasa menusuk kulit, ia seakan tak peduli. Sesosok yang ternyata aku itu membisu bertopang dagu, sepasang mata ini menerawang bayangan kosong, seakan menantang bangunan sekolah yang teguh berdiri walaupun diserbu ribuan titik air.  


Pelan menerawang langit yang mulai mengurangi titik airnya, lagi-lagi pikiranku mengembara tanpa sempat kucegah. Bayangan seorang yang tak pernah menatapku, begitu lekat di benak. Begitu lekatnya, hingga mampu mengusir hiruk pikuk siswa di taman ini.
                dan itu satu-satunya yang membuatku kian terpuruk.

Membuatku seolah-olah seorang pecundang. Yang begitu saja mengusik ketenangan hari-hari orang lain.

Tapi salahkah aku jika bersimpati padanya? Inikah yang dikata teman-teman sebagai cinta? Atau haruskah rasa itu kubunuh saat tahu dia tak menginginkanku? Tapi bagaimana mungkin. Toh lelaki itu tak pernah sekalipun bercakap sepatah kata padaku,apalagi mengenalku? Apalagi tahu perasaanku? 

Mestinya aku mempunyai hak untuk bersimpati padanya. Walaupun itu berarti aku harus bersaing keras dengan segala perbedaan antara aku dengannya. Dia, yang menurutku hampir sempurna. Dia dengan tutur bahasanya yang halus. Dengan cara pandang yang jauh melebihi aku padahal ia hanya beberapa bulan mendahuluiku memijak bumi. Dia,dengan segala kemandiriannya. Tak kupungkiri pula, fisiknya yang teramat memikat.

Dan semua yang ada pada dirinya tentu tak sebanding denganku yang berparas biasa saja, otak secukupnya, bergantung pada orangtua, pada intinya aku TAK MENARIK.

                Sejenak aku berhenti bernafas, menutup mataku untuk kemudian kubuka lagi dan kuhembuskan nafasku lagi. Kedua jarum jam menunjuk angka sepuluh. Kini titik air tak lagi berasal dari langit. Hanya tersisa dari dahan pohon-pohon di taman serta ujung atap tinggi bangunan sekolah. Dingin yang menusuk telah beralih menjadi sejuk. 

Dan ketika suasana mulai terang akan sinar bening sang mentari,sedikit demi sedikit aku mulai beringsut, dan tak lama pun beranjak pergi, masih membawa sejejak harapan yang selama beberapa bulan ini kian erat kupeluk.

Pelan menjejaki jejalanan yang berhiaskan kerikil-kerikil , pikiranku masih berkelana. Sejenak langkahku melemah seiring jiwaku yang goncang. Hingga aku berhenti pada satu tempat dan duduk di sebuah kursi di sana. Kepalaku seakan ditarik ke arah kanan dan sedetik kemudian jantungku seakan jatuh dari tempatnya. Oh Tuhan..itu dia,hanya memasang pandangan ke bawah. Meninggalkan jejak angin tepat di depanku. Mataku takut untuk mengekor padanya. Dan untuk sekian kali aku melempar pandangan kosong.

(bersambung ...)
kalo mau ngasih saran lanjutan ceritanya, komen aja..
ditunggu loohh.. :)

Selasa, 06 Desember 2011

penantian pesan..


10.30,

      Wajahku masih terang, terpantul oleh sinar layar Laptop yang setia menemaniku malam ini. Ah ralat, tak hanya malam ini, malam kemarin juga, kemarin lusa pun sama, bulan lalu pun demikian. Hmm.. pada intinya, benda ini selalu menemaniku, tak hanya malam hari, namun setiap waktu.
     Entah perasaanku saja atau perasaan orang lain juga, malam ini dingin. Mungkin enak kalau tidur, baru pertama kali ini aku berpikir untuk tidur awal. Kulirik benda persegi panjang di sebelahku yang bernama ponsel,sedetik dan kuputuskan untuk tidur seperti biasa,entah jam berapa.
Tak ada lagi yang ingin kulakukan, pemberitahuan di Facebook tak lagi bermunculan, orang-orang yang tadinya online kini sebaliknya. Mention di Twitter pun sepi, yang tersisa hanya Twit lembaga atau grup-grup yang ku-follow. Blog?? Bahkan malam ini aku nulis 3 laman. Huufftt, tak tik tuk suara jariku vs tuts keyboard,namun tak bermakna. Kulirik lagi si ponsel itu, tetap berlayar polos. Senyum kecut kulempar padanya.

11.30
      Baru saja aku menyelesaikan level 3 game ini, enggan meneruskannya, sungguh aku bosan. Huaam.. kantuk benar-benar menyerangku. Kuarahkan mataku ke benda itu lagi, ah masa bodoh, aku juga punya kehidupan!. Shut down PC dan menarik selimut, ups gulingku mana ya?? Itu. Saat kuangkat si empuk, sesuatu mengagetkanku,membuatku tersenyum secara tiba-tiba dan jantungku berdebar kemana-mana, ponselku bordering! Kubawa kepalaku menengok layarnya, jemariku reflek menekan tombol ‘read’, dan ..
from : @#%$^&
           uda tidur?


Ahhh.. ini yang kutunggu!
 ‘close’ dan tarik selimut lagi, memeluk si empuk serta berdoa,bersyukur lebih tepatnya pada Tuhan yang memberi  malam indah di hari ini.

Kau yang di sana, terima kasih atas ingatanmu padaku
kau yang kutunggu pesannya, terima kasih atas barisan huruf itu
kau yang tak mungkin merasa yang sama denganku, terima kasih tak membuatku menunggu lebih lama
kau yang disana,yang kutunggu pesannya,serta berbeda rasa denganku, maaf aku hanya membalas pesanmu dengan senyumku..
                                                              yang selalu menunggu pesanmu

sendu (lagi)

Tadi. . . .

saat kumelihat orang sepertimu, aku lemas tanpa sadar bahwa seharusnya kupastikan itu kau
saat kulihat sekali lagi
aku tetap lemas
aku tetap tak meyakinkan diriku

namun, saat kulihat senyumnya yang BUKAN untukku,
itulah saat kutahu bahwa orang itu memang dirimu

Senin, 05 Desember 2011

DENTING(melly goeslaw)

denting yang berbunyi dari dinding kamarku
sadarkan diriku dari lamunan panjang
tak terasa malam kini semakin larut
ku masih terjaga

sayang kau dimana aku ingin bersama
aku butuh semua untuk tepiskan ridu
mungkinkah kau di sana merasa yang sama
seperti dinginku di malam ini

rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini
kita menari dalam rindu yang indah
sepi kurasa hatiku saat ini oh sayangku
jika kau di sini aku tenang


lagu yang jadi 'sontrek' gue saat ini..
hosh! kesepiaann

Sabtu, 03 Desember 2011

SAJAK SENDU

Kau merantai jejak menuju aku
Mungkin kau sempat penat, tetapi kau urungkan
Kau tak hanya berjejak, bahkan kau menggali,mencari sesuatu dariku yang susah kau temukan
Kau gila, kaku terus menggalinya, aku kejam, aku terus menyembunyikannya

Ah kulihat kau lelah, kulihat kau menyerah,
Tapi aku salah,
Kau mencari jalan lain untuk mencari apa yang kau inginkan

Aku lelah!

Aku lelah melihatmu tak pernah lelah,
Aku menyerah melihatmu tak pernah menyerah

Dan


Aku memberikannya, apa yang kau inginkan

Segala peluhmu, penatmu, terbayar sudah..

Selamat!

Namun, secuil penyesalan datang padaku
Dasar bodoh, mengapa ku memberikannya?
Aku semauku, padamu aku begitu
Kau acuh, tak ada hal buruk dalam pikirmu
Aku tak tahan lagi, kukira aku berbohong,
Membiarkanmu masuk dalam hidupku adalah suatu yang kusesalkan
Padahal kau tak pantas disesalkan

Aku masih konyol

Dan itu berujung pada pergiku
Tak kusangka kau kuat
Namun kubahagia

Itu salah!

Kau lemah karna pergiku

Dan aku..

Mungkin nanti saja

Tiupan katamu miris

Aku benci kau yang lemah
Kubangunkan kau,hingga kupastikan kau tak butuh lantai untuk berpijak

Aku berhasil


Namun kini konflik padaku

Aku benci mengatakan ini
Aku yang pergikanmu
Aku yang menagiskanmu
Aku yang..
Ah,Tuhan kau tahu aku berbohong saat aku berkata bisa tanpanya